Kamis, 29 Oktober 2009

Pelaut Hina

Menapaki jalan hidupku yang penuh liku di usia yang semakin meginjak kedewasaan. Aku terperosok jatuh kelubang yang pernah aku kunjungi dahulu. Lubang hina yang seharusnya sudah ditutup secara rapih sejak dahulu. Tapi keteledoran pun membuat lubang hina itu menganga lebar dan membiarkan aku masuk kedalamnya. Terdengar tawa bahagia para penghianat disekitarku saat aku mulai menerawang di dalam lubang. Mereka tertawa seolah-olah akulah mahluk terbodoh yang ada di dunia ini. Dan membiarkan memaksa aku untuk jatuh lebih dalam dan tak bisa kembali lagi.

Sebelum aku terjebak dalam lubang nista tersebut, aku hanya wanita yang mengarungi lautan cinta bersama kapten hati yang senantiasa menemani dan memimpin diri. Tentu saja dalam pelayaran tak berjalan dengan harapan. Banyak ombak dan badai menerjang kapal pemersatu hati yang kian menghancurkan ditengah perjalan panjang ini.

Dimulai dengan deburan ombak kecil yang menghantam kapal kecil kami, sedikit salah paham dalam perjalanan ini mengisi hari tapi tak berarti karena bisa teratasi. Semakin jauh laut yang diarungi, semakin besar ombak yang menerjang. Sedikit kewalahan mengatasi gempuran ombak yang menyerang dari berbagai sisi. Hampir menghancurkan tapi bisa diperbaiki dengan kepercayaan dan pengertian satu sama lain. Cukup sulit mengatasi cobaan di saat kapal sudah berlabuh jauh ketengah lautan hidup.

Ombak hanyalah jilatan kecil dari cobaan yang lebih besar yang menanti dengan tenang didepan sana. Badai pun melengkapi perjalanan ini dengan sempurna. Belum jauh kapal berlabuh, badai besar menghampiri tanpa permisi dengan indahnya. Kapal kecil nan rapuh itu terkoyak dengan rapih membuat pondasi yang telah dibangun mulai pupus. Angin besar itu akhirnya menghantarkan aku kelubang yang tidak pernah ingin ku kunjungi disaat perjalanan ini mulai jauh.

Aku terombang- ambing diantara jutaan pengkhianatan dan milyaran penyesalan yang akan menerjang kelak. Aku terlanjur menikmati siksaan manis didalam lubang itu. Aku tergoda saat kapal lain mencoba mengajakku masuk dalam dimensi kenikmatan petualangan baru yang lebih menantang. Tapi kapten kapal kecilku menarikku jauh dari hasutan petualang lain yang mencoba membuatku semakin jatuh.

Sang kapten bertarung melawan si petualang yang terus mengajakku berpaling. Mereka bertarung demi aku si wanita yang penuh hina. Semakin banyak darah yang terbuang dari mereka yang mencoba membawa aku pergi. Aku bangkit dari lubang yang memaksa ku diam menyaksikan pertarungan itu terus bergejolak. Aku berontak, mencoba menghentikan mereka yang membuang dengan percuma darah-darah mereka. Aku mengambil kemudi kapalku, berlayar menjauhi mereka yang menatapku penuh kecewa. Aku pergi tanpa sang kapten atau si petualang. Aku sendiri melintasi lautan yang fana ini. Berharap aku dipertemukan dengan bajak laut yang bisa mengamankan diri ini untuk selamanya. Menjauhkan aku dari lubang setan itu. Memanjakan aku dengan ribuan lumba- lumba yang menemani perjalanan.

Aku punya tujuan baru mencari bajak laut dan menjadi sandranya untuk mendapatkan harta karun kebahagiaan yang tidak akan aku dapatkan dari mereka yang ada dimasa laluku. Ini aku sekarang pelayar lautan hidup sendiri yang tak getir untuk mencari bahagia, meskipun ombak menerjang. Aku akan dapatkan semua itu dengan pasti.